(Firmansyah Abdullah XII-RPLB)
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Pada abad ke-14 di Majapahit seorang pujangga ternama Sastra
Jawa bernama Mpu Tantular yang menulis syairnya kakawin Sutasoma dan Kutipan
ini berasal dari pupuh 139, bait 5 yang menjelaskan tentang persatuan yaitu
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Setelah merdeka semboyan Bhinneka Tunggal Ika diperkuat
dengan lambang yang dibuat Sultan Abdul Hamid Pontianak dan diresmikan
pemakaiannya oleh Kabinet RIS tanggal 11 Pebruari 1950".
Lambang NKRI Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika ditetapkan Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada tanggal
17 Oktober diundangkan pada tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang Negara.
Berdasarkan isi pidato Presiden Soekarno, semboyan Yang tertulis pada pita yang di bawa garuda itu adalah salah satu dari bait syair buatan Empu Tantular. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penyelidikan Mohammad Yamin, seperti yang dikemukakan dalam buku 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1954 yang menyatakan, bahwa semboyan itu dinamai seloka Tantular karena kalimat yang tertulis dengan huruf yang jumlah aksaranya 17 itu berasal dari pujangga Tantular yang mengarang kitab Sutasoma pada masa Madjapahit pada abad XIV. Adapun arti seloka Jawa lama itu adalah walaupun berbeda-beda ataupun berlainan agama, keyakinan dan tinjauan tetapi tinggal bersatu atau dalam, bahasa latin: e pluribus unum ("Dari banyak menjadi satu").
Berdasarkan isi pidato Presiden Soekarno, semboyan Yang tertulis pada pita yang di bawa garuda itu adalah salah satu dari bait syair buatan Empu Tantular. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penyelidikan Mohammad Yamin, seperti yang dikemukakan dalam buku 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1954 yang menyatakan, bahwa semboyan itu dinamai seloka Tantular karena kalimat yang tertulis dengan huruf yang jumlah aksaranya 17 itu berasal dari pujangga Tantular yang mengarang kitab Sutasoma pada masa Madjapahit pada abad XIV. Adapun arti seloka Jawa lama itu adalah walaupun berbeda-beda ataupun berlainan agama, keyakinan dan tinjauan tetapi tinggal bersatu atau dalam, bahasa latin: e pluribus unum ("Dari banyak menjadi satu").
masih banyak informasi lain yang mendukung, tambahkan. seperti salinan asli kata-kata bhineka tunggal ika
BalasHapus